Lirik Aku Duwe Pitik Oleh Ida Laila dan Ernie Rosita: Lagu Dolanan Anak Klasik Pencipta: Anonim Perusahaan Rekaman: Antara Group Aku duwe pitik cilik Wulune blirik Cucuk kuning jengger abang Tarung mesti menang Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik tukung Buntute buntung Saben dino mangan jagung Mesti wani tarung Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik trondol Wulune protol Mlakune megal megol Tarung mesti notol Sopo wani karo aku Musuh pitikku
Menguatnya
Spirit Hedonis, Derita Pergerakan Mahasiswa
Oleh: Yahya Yoga Budiman
“Pahami pergantian zaman biar
kalian tidak didera oleh perang. Tinggalkan kebebalan. Dengarkan kebijaksanaan”
(-Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik, hal.15)
Manusia
siapapun orangnya pasti mendambakan kebahagiaan. Tidak mengenal usia, status
sosial, latar belakang pendidikan, semua sama saja. Menikmati kesenangan
diinginkan semua orang.
Hal ini
tidaklah salah. Manusia berhak bahagia. Mungkin sudah menjadi fitrahnya. Namun
menjadi masalah ketika keinginan seseorang untuk mencapai kebahagiaan pada
akhirnya mengorbankan banyak hal, melupakan banyak hal.
Di sini
saya akan coba mengajak para pembaca menengok sebentar pada salah satu
pembahasan dalam filsafat moral. Di sana kita akan menjumpai dan mengenal
istilah “hedonisme”. Kata “hedonisme” berasal dari bahasa Yunani, asal katanya
“hedone” yang berarti “kenikmatan”. Sebuah spirit kuat yang bertekad bulat
untuk menghindari kesusahan, kepayahan, kesengsaraan, atau penderitaan dengan
menikmati kebahagiaan hidup sebanyak mungkin.
Mahasiswa
dan cerita tentang kesulitan-kesulitan pergerakannya merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sejarah negeri ini. Kongsi politik, kemandegkan,
terjebak dalam kebijakan publik. Ceritanyapun tak habis-habis.
Jauh 53
tahun yang lalu pasca kemerdekan, saat umur indonesia masih begitu muda. Muncul
gerakan gerakan mahasiswa yang bermacam-macam bentuk dan motifnya. Konon pada
waktu itu KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang dibentuk atas anjuran
Mayor Jendral Syarif Thayib, Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
berselingkuh dengan angkatan darat hingga tumbuh janin Orba pada rahim masa
itu. (Arif
Novianti, IndoProgres, Kemana Arah Gerakan Mhs)
Pada tahun 1970an, gerakan
mahasiswa terperangkap dalam kerangka pemikiran saja. Gerakan mahasiswa pada
waktu itu hanya bergulat dengan teori.
3
sampai 4 tahun setelahnya, muncul peristiwa Malari (Malapeta 15 Januari)
akibatnya rezim Soeharto mengambil tindakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).
Sialnya
lagi setelah lahir modernitas, kian banyak muncul masalah-masalah baru. Saya
pikir-pikir ini sudah seperti pernyataan yang ditulis Minannullah, dalam Tiga Rangkai
Kesulitan Petani Kecil hasil panen yang tidak segera dijemur akan
terus menerus tumbuh kembali menjadi benih baru digudang penyimpanan.
Gaya
hidup mewah sudah menjadi kebutuhan primer. Menjadi manusia eksklusif tidak
boleh tidak. Pergi ke pusat perbelanjaan modern rutin. Memakai pakaian
aksesoris serba mahal dan bermerk. Cekrek kiri cekrek kanan tidak boleh
ketinggalan, eh jangan lupa juga story ig sebagai bukti.
Terseret
tenggelam dalam budaya hedonisme, budaya literasipun sangat jarang bahkan tidak
sama sekali mengenal. Lebih tertarik pergi ke tempat mal-mal daripada memenuhi
ruang perpustakaan atau taman-taman baca yang ada di kampus.
Di
fakultasku, ada salah satu progam kerja Lembaga Kegiatan Mahasiswa, yang
menawarkan bahan-bahan bacaan secara gratis yang biasanya berada di
emperan-emperan kelas, sama sekali sepi peminat. Kalaupun ada itu bagian dari
anggota LKM. Namanya “Taman Goblok” sebuah tempat dimana
orang-orang goblok menggali kegoblokannya. Begitulah kiranya teman-teman
saya menyebutnya. Saya tunggu sampai sore satupun gak ada yang mampir, saya
kira nanti ada temannya. Kebanyakan mereka sudah merasa jeblouk tidak
mau berfikir lagi pasca perkuliahan dan ingin segera memanjakan pikiran dan
badan. Satu sisi memang di fakultasku, perkerjan rumah itu luar biasanya
banyaknya. Bahkan setiap masuk kelas mata kuliah apapun pasti ada. Baik itu
yang hanya membuat Power Point, penelitian kecil-kecilan, sampai yang meresume
4 muka folio. Kurang tahu jika di fakultas lain, mungkin sama saja, wong hanya
bersebelahan.
Namun
walaupun banyak tugas, seharusnya itu tidak menghambat semangat keilmuan
seseorang. Bahkan usiapun tak dapat menghambat. Contohnya, beliau, Buya
Syafii’i Ma’arif, di usianya yang sudah sangat lanjut, 82 tahun. Kemarin,
sewaktu beliau hadir dalam Diskusi Buku:
Tema-tema Pokok al-Qur’an, karya Fazlur Rahman, bersama Habib Haidar Bagir
(empunya Penerbit al-Mizan) dan Bapak Ichwan (Koordinator Pasca Sarjana
Ushuluddin) Rabu (28/02/2018) di Gedung Prof. RHA. Soenarjo lt.1 (dulu namanya
Convention Hall) yang diadakan oleh LSQH (Laboratorium Studi
al-Qur’an dan Hadist) masih begitu bersemangat untuk berdiskusi. Bahkan
beliau beberapa kali terlihat merebut microfon pembicara lain, dan selalu
disambungnya. Kalau saya jadi panitiannya saya pasti akan bingung, karena
acaranya tidak selesai selesai. Pembicara besar je...mosok
distop, Tapi itulah menariknya, semangat keilmuan seorang yang berusia
lanjut tidak pudar.
Tak
berhenti disitu, dalam pergerakan mahasiswa sebuah kepanitiaan kegiatan adalah
hal yang sering dijalani. Ini tidak mudah. Tanpa rencana yang matang, Sumber Daya
Manusia cukup, dan biaya. Tidak mungkin berjalan maksimal. Bahkan kepanitiaan
sering tombok, karena biaya dari fakultas tidak akan turun jika belum
terlaksana kegiatannya.
Namun
sekarang biaya tidak terlalu jadi kendala, kepanitiaan sudah biasa nombok. Sekarang
yang sering menjadi kendala adalah kesetiakawanan, konsisten serta tanggung
jawab masing masing orang, karena sering kali hanya segelintir orang yang
berkerja. Faktornya memang bermacam-macam. Namun faktor hedonis ini juga tidak
lepas dari penglihatan. Teman satu kepanitiian bahkan satu devisi sudah banting
badan ke sana ke mari, mengorbankan waktu, pikiran, tenaga bahkan materi untuk
suksesnya kegiatan tersebut. Masih ada yang tega meninggalkan kawannya sendiri.
Lebih memilih bermain memanjakan dirinya. Padahal waktu awal sudah bersepakat
susah senang bersama dalam pengabdian ini mewujudkan kegiatan mahasiswa yang
berguna bagi masyarakat mahasiwa yang lain.
Budaya
seperti inilah yang kerap kali membuat sebagian mahasiswa, bahkan mahasiswa
yang berada dalam lingkaran organisasi, tidak peka, kurang kritis, bahkan tidak
peduli sama sekali dengan kesusahan sesamanya apalagi untuk problem kebangsaan
yang terjadi di negeri ini.
Pembaca
yang budiman, tahukah saudara, hedonisme hanyalah
sepenggal kecil dari bagian besar permasalahan yang menghambat pergerakan
mahasiswa. Jika mau diuraikan disini akan terlalu panjang. Namun kini masalah
baru yang kita hadapi ialah, kebijakan fakultas yang tidak memperbolehkan
Lembaga Kegiatan Mahasiswa mengadakan kegiatan yang berbenturan dengan jam
perkuliahan. Menambah repot saja.
Saya
ingin menutup tulisan ini, dengan kutipan yang saya dapat dari karya
Minannullah yang mengutip Kurt Cobain, “Orang-orang
menertawakanku karena aku terlihat berbeda. Sedang aku justru menertawakan
mereka yang selalu terlihat sama”
Salam Pergerakan!.
Daftar Bacaan:
1. Arif
Novianti, Kemana
Arah Gerakan Mahasiswa. IndoProgres.com (diakses pada tanggal
02/03/2018 pukul 14.52)
2. Minannullah,
Kurt Cobain dan Pribadi Otentik, Medium.com (diakses pada tanggal 02/03/2018
pukul 14.54)
3. Minannullah, Tiga Rangkai
Kesulitan Petani Kecil, Medium.com (diakses pada tanggal 02/03/2018 pukul
14.57)
4. Budi
Sanjaya Saragih. Sistim Filsafat Moral,
zaysaragih.blogspot.co.id (diakses pada tanggal 02/03/2018 pukul 14.57)
Comments
Post a Comment