Skip to main content

Manajemen Keuangan Lembaga Zakat di Indonesia- Pajak dan Zakat

Manajemen Keuangan Lembaga Zakat di Indonesia- Pajak dan Zakat

a.      A.  Pengertian Manajemen Keuangan Zakat
Manajemen keuangan memainkan peranan penting dalam perkembangan sebuah oranisasi. Dalam konteks ini tentu saja menyangkut manajemen keuangan pada organisasi pengelolaan zakat. Dalam penerapannya menejemen keuangan tidak dapat berdiri sendiri.  Manajemen keuangan selalu berkaitan dengan disiplin ilmu yang lain, seperti akuntansi, manajemen pemasaran, menajemen sumber daya manusia, dll.
George R Terry dalam buku Principles of Management mendefinisikan menejemen sebagai kegiatan planning, oraganizing, actuating, controling. Sedangkan Kasmir secara spesifik mendefinisikan menejemen keuangan sebagai segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh.[1] Sementara manajemen keuangan dalam oraganisasi pengelolaan zakat sendiri merupakan sebuah perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas dana penghimpunan zakat untuk seefektif mungkin dikelola dan didistribusikankan kepada yang telah ditentukan.[2]
b.     B.  Pengeolaan Keuangan
Seperti halnya lembaga keuangan, Organisasi pengelola zakat melakukan manajemen pengelolaan dana yang tujuannya adalah memaksimalkan dana-dana masyarakat yang dihimpun lembaga. Pengelolaan keuangan harus diwujudkan dalam suatu panduan baik berupa kebijakan umum maupun pedoman teknis. Panduan ini yang nantinya sebagai acuan standar yang digunakan dalam menerima, mencatat, menyimpan, menyalurkan, dan mempertanggungjawabkan dana. Menurut Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Zakat disebutkan bahwa lingkup pengaturan peraturan pengelolaan keuangan badan ini terdiri atas: penganggaran, penerimaan dana, penyimpanan dana, pengeluaran dana, pembukuan dan pengarsipan, dan pengendalian.[3] Dalam Keputusan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Tahun 2012 UPZ pun juga memiliki pedoman teknis pengelolaan unit pengumpul zakat. Beberapa diantaranya membahas sosialisasi dan edukasi zakat; prosedur registrasi calon muzakki, prosedur penerimaan dan penyetoran zakat;layanan muzakki, dan penyaluran zakat.[4]
1.      Penghimpunan Dana
Jenis dana yang diterima Organisasi pengelola tidak terbatas hanya pada dana-dana zakat saja. Sesuai UU No. 38 Tahun 1999 yang mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat dan realitas di masyarakat, ada beberapa jenis dana, di antaranya: Infaq, shadaqoh, dan dana sosial keagamaan[5] dari beberapa sumber dana di atas, masing-masing memliki karakteristik yang berbeda baik sumbernya ataupun dalam penyalurannya. Kita fahami bersama, dilembaga keuangan, dana-dana yang berasal dari masyarakat, penyalurannya tergantung dari bank, tidak ada ketentuan pasti harus disalalurkan kemana. Tapi pembatasannya bisa berupa batasan syariah, undang-undang atau langsung dari pemberi dana, yang langsung menunjuk mana yang menjadi sasaran dana yang ia salurkan. Contoh karakteristik sumber dan pembatasan yang harus dipenuhi oleh organisasi pengelola zakat adalah dalam hal zakat fitrah. Karakteristik dari zakat fitrah adalah kewajiban nagi setiap muslim yang harus disalurkan maksimal sebelum khatib naik mimbar pada saat shalat ied akan dimulai.
Contoh lain shadaqoh yang dikhususkan untuk beasiswa yatim atau untuk program lainnya yang ditentukan para donator. Sehingga dalam penalokasian dana-dananya, Organisasi Pengelola zakat wajib untuk menyalurkan sebagaimana disyaratkan oleh pemberi dana. Atas dasar katakteristik masing-masing jenis dana yang berbeda, Organisasi Pengelola Zakat harus menetapkan jenis dana yang akan diterima sesuai dengan kemampuan untuk memenuhi pembatasan yang melekat pada dana yang diterima. Sehingga tidak menjadi satu hal yang salah ada beberapa lembaga tidak menerima semua jenis donasi yang mengandung persyaratan tertentu karena terbatasnya jangkauan pengeloaan.
Selain jenis dana, perlu diperhatikan juga cara penerimaan dana. Ini berpengaruh terhadap efektifitas penghimpunan dana. Biaya untuk penghimpunan dana juga perlu diperhatikan, karena setiap cara penerimaan dana membutuhkan sarana dan pengendalian yang berbeda. Setidaknya ada tiga cara penerimaan dana. Melalui rekening di bank, counter, ataupun dengan mengambil langsung ke tempat donator.
2. Penyaluran Dana
a.       Penerima dana
Dalam QS. At- Taubah ayat 60[6], telah jelas dikatakan siapa saja yang mendapat hak atas zakat, atau yang sering dikenal sebagai Mustahik zakat. Secara kajian fiqih telah jelas, bagaimana karaketristik dari masing-masingnya. Namun ada bebrapa permasalahan ketika diimplementasikan dalam tataran praktis. Misalnya saja untuk ukuran fakir di Indonesia. Mungkin kriterianya akan berbeda dengan fakir yang ada di Brunai Darusalam.[7] Terkait mustahik zakat, panduan yang dibuat dapat mengacu pada simpulan-simpulan pendapat sebagai berikut:
1.      Tidak harus seluruh golongan mustahik mendapat bagian dalam penyaluran secara bersamaan sekaligus atau dibagi sama rata.
2.      Setidaknya golongan mustahik dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Kelompok permanen, diantaranya adalah fakir, miskin, amil dan muallaf. Maksud permanen adalah bahwa empat mustahik ini diasumsikan akan selalu ada dalam wilayah kerja OPZ dan karena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus menerus dalam waktu lama.
b.      Kelompok temporer, yaitu riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.[8]
Selain dana zakat, penerima dan infaq atau shadaqoh akan lebih fleksibel. Oleh karena itu, lembaga zakat ahrus menyusun ukuran – ukuran tertentu dari krteria para penerima dana – dana infaq shadakoh dengan tetap berpanduan kepada mustahik yang delapan.[9]
b.      Ruang lingkup bidang sasaran
Dalam menentukan bidang sasaran perlu diperhatikan hal- hal sebagai berikut:
1. Kebutuhan riil para penerima zakat
2. Skala prioritas permasalahan
3. Kemampuan sumber dana dan sumber daya manusia[10]
Pemilihan ruang lingkup sasaran harus dituangkan dalam panduan agar dana yang dihimpun dapat berkeja secara tepat sasaran dan efektif.
c.       Bentuk dan sifat penyaluran
Harus diingat, bahwa penyaluran dana kepada mustahik tidak dalam rangka menghambat kemandirian. Artinya dana-dana yang diperoleh para mustahik bukanlah dana – dana yang sifatnya konsumtif belaka. Artinya, penyaluran dana perlu juga menjadi target kemandirian ekonomi. Sehingga konsepnya adalah pemberdayaan dana zakat, dimana penyaluran dana zakat dan dana lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahik menjadi kategori muzakki. Setidaknya ada dua bentuk pemberdayaan dana secara garis besar yaitu:
1.      Hibah, artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah penyerahan zakat
2.      Dana bergulir (qordul hasan)[11]
Sedangkan sebagaimana yang dicanangkan dalam buku pedoman zakat yang diterbitkan ditjen bimas islam dan urusan haji departemen agama, untuk pendayaan dana zakat, bentuk inovasi penyaluran dikategorikan dalam empat bentuk berikut:
1.      Distribusi bersifat konsumtif tradisional, yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
2.      Distribusi bersifat konsumtif kreatif yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa.
3.      Distribusi bersifat produktif tradisional dimana zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin
4.      Distibusi dalam bentuk produktif kreatif yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk baun proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil.[12]
Daftar Bacaan:
1.      Mufraini, M. Arif, Akuntansi Dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran Dan Membangun Jaringan, Kencana, Jakarta, 2006
2.      Yulianti, Rahmani Timorita. Good Corporate Govermance di Lembaga Zakat, Kaukaba Dipantara, Yogyakarta, 2016
3.      Hafidhuddin, Didin. The Power Of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, UIN Malang Press, Malang, 2008
4.      Dakhoir, Ahmad. Hukum Zakat: Pengaturan Dan Integrasi Kelembagaan Pengelolaan Zakat Dengan Fungsi Lembaga Perbankan, Aswaja Pressindo, Surabaya, 2015
5.      Anas, Muhammad Azhar. Manajemen Pengelola Zakat Pada Oraganisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Baznas Kota Yogyakarta)
6.      Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan, Jakarta: Kencana, 2009
7.      Anonim, perbanas no 5 tahun 208 tentang pengelolaan keuangan zakat, (diakses pada tanggal 20/10/208 pukul 10.22)
8.      Anonim, keputusan dirjen bimas islam nomoer d.291-2000 ttg kelola zakat, pid.baznas.go.od (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 1.25)
9.      Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
10.  Chaca ruswana dkk, Manajemen Keuangan Oraganisasi Pengelola Zakat,
11.  Sinar Putri S Utami, Presiden Jokowi Bayar Zakat 50 juta, kontan,co.id (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 11.28)
12.  Agi, Potensi 210 Triliun, penghimpunan zakat hanya 6 triliun. Cnnindoensia.com (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 11.56)
13.  Agus Yulianto, Penghimpunan zakat di Indoensia rendah, ini penyebabnya. Republika.co.id (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 11.57)
14.  Antara tv, Penghimpunan Zakat Oleh Baznas DIY Naik 300 %
15.  Anonim, Public Trust Naik 47,5%, Penghimpunan BAZNAS Lampaui Target, sekarang laman tersebut telah kosong 404 not founding, (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 12.8)




[1] Kasmir, Pengantar Manajemen Keuangan, Jakarta: Kencana, 2009
[2] Delapan asnaf yaitu fakir dan miskin, amil zakat, riqab, muallaf, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil. Baca: Akuntansi Dan Manajemen Zakat: Mengekomunikasikan Kesadaran Dan Membangun Jaringan ditulis oleh m arif mufraini, 2006
[3] Anonim, perbanas no 5 tahun 208 tentang pengelolaan keuangan zakat, (diakses pada tanggal 20/10/208 pukul 10.22)
[4] Anonim, keputusan dirjen bimas islam nomoer d.291-2000 ttg kelola zakat, pid.baznas.go.od (diakses pada tanggal 20/10/2018 pukul 1.25)
[5] Dana sosial keagamaan, yang dimaksud ialah harta nazar, harta titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris, kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di pengadilan. Baca: Peraturan badan amil zakat nasional republik indonesia nomor 5 tahun 2018.
[6] “sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jaan allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”, terjemahan a-Quran dalam buku Good Corporate Governance Di Lembaga Zakat oleh Rahmi Timorita Yulianti, 206
[7] Didin hafidhuddin, dkk, The Power Of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, Malang: Uin Malang Press, 2008
[8] Dijelaskan Muhammad Azhar Anas dalam skripsinya yang berjudul Manajemen Pengelolaan Zakat pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Baznas Kota Yogyakarta), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Kalijaga
[9] Chaca ruswana dkk, Manajemen Keuangan Oraganisasi Pengelola Zakat, yang mengutip buku  hertanto widodo dan teten kustiawan berjudul akuntansi dan manaemen keuangan untuk organisasi pengelola zakat
[10] M Arif Mufraini, Akuntansi Dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran Dan Membangun Jaringan, Jakarta: Kencana, 2006
[11] Baca skripsi Muhammad Azhar Anas, Muhammad Azhar Anas dalam skripsinya yang berjudul Manajemen Pengelolaan Zakat pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Baznas Kota Yogyakarta), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Kalijaga
[12] Muhammad Arif Mufraini, Akuntansi Dan Manajemen Zakat: Mengkomunikasikan Kesadaran Dan Membangun Jaringan, jakarta: kencana, 2006

Comments