Skip to main content

Lirik Aku Duwe Pitik Oleh Ida Laila dan Ernie Rosita: Lagu Dolanan Anak Klasik

  Lirik Aku Duwe Pitik Oleh Ida Laila dan Ernie Rosita: Lagu Dolanan Anak Klasik Pencipta: Anonim Perusahaan Rekaman: Antara Group   Aku duwe pitik cilik Wulune blirik Cucuk kuning jengger abang Tarung mesti menang   Sopo wani karo aku Musuh pitikku   Aku duwe pitik tukung Buntute buntung Saben dino mangan jagung Mesti wani tarung   Sopo wani karo aku Musuh pitikku   Aku duwe pitik trondol Wulune protol Mlakune megal megol Tarung mesti notol   Sopo wani karo aku Musuh pitikku  

Strategi (Taktik) Mengatasi Resistensi- Manajemen Organisasi dan Manajemen Perubahan

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan(resistance to change)


Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan(resistance to change).[1] Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif, karena justru dengan adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas terhadap organisasi berkurang , motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.[2]
Untuk keperluan analisis, dapat dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.[3] Resistensi individual dipengaruhi oleh karena kebiasaan, rasa aman, factor ekonomi, takut akan sesuatu yang tidak diketahui, dan persepsi. Sementara resistensi organisasional/kelompok terjadi karena: inertia struktural, fokus perubahan berdampak luas, inersia kelompok kerja, ancaman terhadap keahlian, dan ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan, serta ancaman terhadap alokasi sumber daya.
Ada 6 taktik yang bisa dipakai pemimpin untuk mengatasi resistensi perubahan[4], yaitu:
a.       Pendidikan dan Komunikasi
Salah satu cara yang paling lazim digunakan untuk mengatasi sikap penolakan terhadap perubahan adalah memberikan pendidikan kepada orang mengenai perubahan itu sebelumnya. Penyampaian gagasan dapat membantu orang melihat kebutuhan serta alasan mengapa perubahan itu perlu. Proses pendidikan bisa dilakukan lewat diskusi, presentasi kelompok kerja, laporan dll. Sebagai contoh:

“Sebagai bagian dari upaya mengadakan perubahan dalam struktur devisi perusahaan dan sistim pengukuran dan ganjaran. Seorang manajer devisi menyelenggarakan presentasi audiovisual yang berlangsung 1 jam untuk menerangkan seluk beluk perubahan yang akan diambil serta alasannya. Selama periode 4 bulan, ia telah melakukan presentasi ini tidak kurang dari belasan kali dihadapan kelompok yang terdiri dari 20 atau 30 manaer perusahaan dan manajer devisi”

Progam pendidikan dan komunikasi bisa jadi sangat tepat jika penolakan itu didasarkan pada informasi serta analisis yang tidak akurat dan tidak memadai, khususnya jika para penggagas perubahan memerlukan bantuan dari pihak penolak untuk menerapkan perubahan itu. Namun, sebagian manajer menyadari kenyataan bahwa progam seperti ini menuntut adanya hubungan baik antara penggagas dan penolak perubahan. Jika tidak, maka pihak penolak tidak akan meyakini apa yang mereka dengar . jenis progam ini juga memerlukan waktu dan upaya, khususnya jika perubahan itu menyangkut banyak orang.
b.      Partisipasi dan Keterlibatan
Jika penggagas perubahan melibatkan calon penolak dalam beberapa aspek rencana dan pelaksanaan perubahan, kerap kali mereka dapat meramalkan munculnya penolakan. Dengan melakukan upaya perubahan yang partisipatif, si penggagas bisa mendengarkan orang-orang terlibat dalam perubahan itu serta dapat menggunakan nasehat mereka, sebagai ilustrasi:

“kepala sebuah perusahaan kecil di bidang jasa keuangan pernah menciptakan sebuah satuan tugas untuk membantu merancang dan melakukan perubahan dalam sistim ganjaran perusahaan. Satuan tugas itu terdiri delapan orang: para meneer dari tingkat dua dan tiga di perusahaan tersebut. Tugas khusus yang diberikan direktur kepada mereka adalah membuat rekomendasi perubahan dalam bentuk paket yang dapat menguntungkan perusahaan. Mereka diberi waktu enam bulan dan diminta untuk membuat laporan bulanan mengenai kemajuan yang dicapai untuk diserahkan kepada direktur. Setelah mereka membuat rekomendasi, yang diterima sepenuhnya oleh direktur, mereka diminta membantu direktur personalia perusahaan untuk menerapkannya”

Ketika penggagas peruahan yakin bahwa mereka tidak memiliki segala informasi yang mereka butuhkan untuk merancang serta menerapkan perubahan, atau ketika mereka memerlukan komitmen dari pihak lain untuk melaksanaknnya dengan sepenuh hati , maka upaya untuk melibatkan orang lain akan sangat menguntungkan. Telah banyak riset yang membuktikan bahwa secara umum partisipasi dapat menuntun komitmen orang.[5]
c.       Fasilitas dan Dukungan
Cara lain yang dapat digunakan oleh para manager untuk menangani kemungkina penolakan terhadap perubahan adalah sikap pemberian dukungan. Proses ini bisa mencangkup pemberian pelatihan ketrampilan baru, atau pemberian waktu cuti bagi karyawan setelah yang melelahkan atau mendengarkan keluhan mereka serta memberikan dukungan emosional. Sebagai contoh:

“manajemen dalam sebuah perusahaan elektronik yang berkembang pesat merencanakan suatu cara untuk menolong orang agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan organisasi yang pesat, pertama, pihak manjemen mengangkat empat orang penasehat untuk departemen sumber daya manusianya. Keempat penasihat tersebut mengisi kebanykan waktu mereka untuk berbicara dengan orang-orang yang kemarahannya suka meledak atau mereka yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan pekerjaan baru mereka. Kedua, secara selektif, pihak manejemn menawarkan kepada orang-orang untuk mengambil cuti selama empat minggu untuk mengikuti kegiata refleksif dan edukatif di luar kerja. Akhirnya, harus harus dikeluarkan biaya besar untuk progam-progam pendidikan dan pelatihan internal (di dalam perusahaan)”

Fasilitas dan dukungan bisa sangat membantu ketika para penolak perubahan dihantui ketakutan dan kecemasan. Ada kalanya, para manajer yang keras kerapkali mengabaikan penolakan seperti ini, termasuk mengabaikan kemanjuran cara fasilitatif untuk mengatasinya. Kekurangan mendasar dari cara ini adalah banyaknya waktu dan biaya yang dibutuhkan dan masih juga mengalami kegagalan.[6] Jika waktu, uang, dan kesabaran tidak memadai, maka penggunaan metode pemberian dukungan ini tidak begitu praktis.
d.      Negosiasi dan Kesepakatan
Cara lain untuk menghadapi penolakan adalah memberikan insentif kepada para penolak yang aktif atau pun calon penolak. Sebagai contoh, pihak manajemen bisa memberi upah yang lebih tinggi sebagai imbalan atas perubahan peraturan kerja mereka. Hal ini bisa berupa peningkatan dana pensiun bagi individu sebagai imbalan atas masa kerjasanya. Di bawah ini diberi contoh kesepakatan yang dicapai:

“dalam sebuah perusahaan manufaktur yang besar, devisi yang satu saling tergantung dengan devisi yang lain. Seorang manajer devisi ingin menerapkan beberapa perusahaan besar dalam organisasi devisi yang dipimpinnya. Namun, karena adanya saling ketergantungan antar bagian, maka tindakan tersebut terpaksa mengakibatkan timbulnya gangguan dan perubahan pada devisi lain. Untuk menghindari agar para manajer puncak dalam devisi lain tidak menghalangi usaha yang dilakukan, maka manajer devisi tersebut merundingkkannya dengan masing-masing manajer devisi dalam sebuah perjanjian tertulis. Perjanjian itu merinci imbalannya yang akan diterima para manajer devisi lain dan kapan, serta bentuk kerja macam apa yang akan diterima dari ereka selama proses perubahan. Kemudian apabila para manajer devisi mengeluhkan perubahan kedudukan mereka atau proses perubahan itu sendiri. Mereka dapat mengacu pada surat perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya”

Negosisasi paling tepat dilakukan apabila sudah ada kejelasan bahwa seseorang akan dirugikan sebagai akibat dari perubahan yang terjadi, sementara kekuatan penolakannya cukup signifikan. Perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dapat saja digunakan sebagai cara yang relatif mudah untuk menghindari penolakan yang lebih besar lagi, meskipun hal ini bisa memakan biaya besar, sebagaimana juga proses-proses lainnya. Begitu seorang manajer menyatakan bahwa dia akan bernegosisasi untuk menghindari penolakan yang penting, maka ia membuka diri terhadap kemungkinan terjadi pemerasan.[7]
e.       Manipulasi dan Kooptasi
Dalam situasi tertentu, para meneger terpaksa tidak membeberkan rencana perubahan. Dalam hal ini melakukan manipulasi. Salah satu bentuk manipulasi yang biasa dilakukan adalah kooptasi. Biasanya mengkoptasi seseorang disertai dengan pemberian peran yang diinginkan oleh orang tersebut dalam rencana dan pelaksanaan perubahan yang dia inginkan. Mengkooptasi suatu kelompok harus melibatkan seseorang dari pemimpinnya, atau tokoh yang dihormati oleh kelompok tersebut, dengan memberinya peran kunci dalam rencana dan pelaksanaan perubahan tersebut. Akan tetapi, hal ini bukanlah bentuk partisipasi, karena si penggagas perubahan tidak memerlukan nasihat dari orang yang dikooptasi, melainkan semata-mata atas wewenangnya sendiri. Sebagai contoh:

“seorang manajer divisi sebuah perusahaan multibisnis (yang bergerak di banyak bidang usaha) mengundang wakil direktur humas perusahaan tersebut, sahabat kental sang direktur, untuk membantu serta staf kunci untuk mendiagnosa beberapa masalah yang dihadapi divisi tersebut. Karena jadwalnya yang padat, maka wakil direktur humas itu tidak bisa berbuat banyak untuk mengikuti rapat serta membuat analisis, sehingga ia membatasi pengaruhnya atas diagnosa serta solusi yang dirancang oleh kelompok tersebut. Komitmennya begitu penting karena sang direktur, sekurang-kurangnya, pada awalnya tidak menyukai sebagian dari perubahan yang diusulkan. Sekalipun demikian, setelah mendiskusikannya dengan wakil direktur humas, ia sama sekali tidak ingin menghalanginya”

Dalam situasi tertentu cara kooptasi adalah cara yang paling murah dan mudah untuk memperoleh dukungan dari seorang individu atau sebuah kelompok (misalnya, lebih murah dari pada perundingan, dan ebih cepat dari partisipasi). Sekalipun demikian ada jug kelemahan kooptasi. Jika orang-orang merasa dirinya dimanipulasi agar tidak menolak perubahan itu, merasa dilecehkan atau dibohongi, maka ada kemungkinan bahwa mereka akan bereaksi sangat negatif. Pada kenyatannya, beberapa manajer menyadari bahwa berupaya memberi rasa turut berpartisipasi lewat kooptasi kepada bawahannya, ia menciptakan lebih banyak lagi penolakan dari pada apabila mereka tidak berbuat apa-apa. Lagi pula, kooptasi bisa menimbulkan berbagai masalah jika orang yang dikooptasi menggunakan kapasitasnya untuk mempengaruhi rencana serta implementasi perubahan yang dimaksud dengan cara yang tidak menguntungkan bagi perusahaan tersebut.
f.       Pemaksaan
Akhirnya para manajer kerapkali menghadapi penolakan dengan melakukan pemaksaan. Dalam situasi ini mereka pada dasarnya memaksa orang untuk menerima perubahan secara eksplisit atau secara implisit yang mengancam mereka (kehilangan pekerjaan, kemungkinan kenaikan pangkat, dan sebagainya) atau memecat atau juga memindahkan mereka. Sebagaimana halnya manipulasi , penggunaan paksaan amatlah riskan karena tanpa terhindari orang akan marah terhadap perubahan yang dipaksakan. Namun, perubahan-perubahan itu tidak menjadi populer, terlepas dari bagaimana perubahan itu diberlakukan, pemaksaan mungkin menjadi satu-satunya pilihan para menejer.

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan(resistance to change)

Daftar Bacaan:
Kotter, John P, on What Leaders Really Do: Kepemimpinan dan Perubahan. Erlangga, 2001
Winardi, Manajemen Perubahan (Management of Change). Kencana, Jakarta, 2005
Muslimin, Imam. Pemimpin Perubahan: Modal Kepemimpinan Dalam Transisi Perubahan Kelembagaan. UIN Maliki Press, Malang, 2013
Matondang. Kepemimpinan: Budaya Organisasi Dan Manajemen Stategik. Graha Ilmu, Ygyakarta, 2008



[1] Kata “resistensi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti “ketahanan”. Dalam kontek ini resistensi dimaknai sebagai sebuah sikap perilaku bertahan menentang atas sebuah perubahan dalam oraganisasi.
[2] Imam Muslimin, Pemimpin Perubahan: Model Kepemimpinan dalam Transisi Perubahan Kelembagaan. Malang: UIN MALIKI Press, 2013, hal-48
[3] Iman Muslimin mengutip Stephen P Robbins dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior, Concepts, Contoversies, And Application, hal-108
[4] Mengenai 6 taktik ini, pembaca dapat menemukannya diberbagai literatur. Beberapa pakarpun mengusulkan teknik-teknik yang sama, yaitu 6 tersebut diatas. Pertama, John P. Kotter dalam bukunya berjudul on What Leaders Really Do. Kedua, Coch and French, dalam bukunya Overcoming Resistnce To Change. Ketiga, Stephen P Robbins dalam bukunya yang berjudul Organizational Behavior, Concepts, Contoversies, And Application,
[5] Kotter dalam footnote-nya yang merujuk pada Alfred J Marrow, dkk. Management By Participation. (New York: Harper and Row. 1967)
[6] Kotter mengutip Zalman and Duncan, Strategies For Planned Change. Bab.4
[7] Rekomendasi bacaan yang baik mengenai negosiasi, kotter merujukkan Gerrald I Nierenberg dalam The Art of Negotiating.1968

Comments