Lirik Aku Duwe Pitik Oleh Ida Laila dan Ernie Rosita: Lagu Dolanan Anak Klasik Pencipta: Anonim Perusahaan Rekaman: Antara Group Aku duwe pitik cilik Wulune blirik Cucuk kuning jengger abang Tarung mesti menang Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik tukung Buntute buntung Saben dino mangan jagung Mesti wani tarung Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik trondol Wulune protol Mlakune megal megol Tarung mesti notol Sopo wani karo aku Musuh pitikku
Sumber Foto: oke zone |
PERAN orangtua dan lingkungan yang sering dianggap sebagai penolong bisa juga menjadi penghambat bahkan bumerang bagi anak dalam menguasai tugas-tugas perkembangan pada usia dini.
Tidak dapat disangkal bila orangtua berkeinginan membentuk kepribadian dan kecerdasan anak, mereka cenderung menginginkan yang terbaik. Tetapi tanpa disadari, perhatian yang berlebihan ataupun pemaksaan kehendak kepada anak malah akan menimbulkan gangguan kejiwaan. Wujud dari kenakalan maupun gangguan perkembangan ini bisa dilihat dari sikapnya yang sering memusingkan orangtua, sikap menentang berlebihan, bahkan kecenderungan untuk bertindak agresif dan bunuh diri. Guna mencegah gangguan perkembangan dan perilaku yang menyimpang pada anak pada waktu dewasa, yang terbaik adalah mengontrol perkembangannya dari usia 0 tahun hingga 6 tahun.
Demikian terungkap dalam seminar sehari yang mengambil tema Deteksi Dini Anak Bermasalah di RS Sanglah, Sabtu (30/8). Pakar-pakar kejiwaan yang hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan bahwa peran orangtua memang sangat penting untuk mencegah gangguan perkembangan anak, namun dominasi orangtua dalam mengontrol perkembangan anak juga bisa menjadi bumerang bagi si anak itu sendiri.
"Pola asuh yang salah, seperti sikap yang otoriter dan overprotektif dari orangtua bisa memicu munculnya gangguan perilaku dan emosional masa kanak," kata pakar kejiwaan dr. Lely Setyawati, Sp.Kj. Dokter yang sehari-harinya bertugas di RS Sanglah ini mengaku sering kali menerima pasien karena problem semacam itu.
Menurutnya yang terbaik dilakukan orangtua dalam mengasuh anak-anak adalah selalu bersikap bijaksana. Setyawati menilai ada 6 masukan yang bisa diterapkan untuk memperkaya pengetahuan dan kebijaksanaan sikap orangtua menghadapi anak, di antaranya selalu menunjukkan teladan bukan sekadar kata-kata nasihat dan ajarlah anak untuk mengenal arti kecewa serta bagaimana me-"manage" kekecewaan ini. Ia menyarankan buatlah anak-anak bahagia, karena kebahagiaan ini mempengaruhi penyesuaian diri mereka saat menjalani masa kanak-kanak dan akan mempengaruhi cara mereka memandang kehidupan ini.
Yang menarik dalam seminar kali ini terungkap hampir 92 persen penyebab dari gangguan perkembangan disebabkan oleh ibu. Tekanan yang diberikan ibu kepada anak-anaknya ini tentu saja tidak secara sadar dilakukan melainkan karena terlalu sayangnya mereka pada anak, demikian diungkapkan pakar kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang dr. Ismed Yusuf, Sp.Kj. Yusuf yang membawakan makalah penanganan anak bermasalah, menyoroti adanya mispersepsi mengenai berbagai gangguan kejiwaan yang dialami anak oleh orangtua dan masyarakat umum. Mispersepsi ini berdasarkan pengalamannya menangani sejumlah pasien, sering menyebabkan penanggulangan anak bermasalah menjadi terlambat.
Dijelaskan, yang paling sering dipersepsi keliru oleh orangtua dan masyarakat adalah gangguan pemusatan perhatian (GPH) dengan Gangguan Tingkah Laku (GTL). Bila gangguan terakhir yang menjadi permasalahan anak, diungkapkan Yusuf, yang paling penting untuk disembuhkan adalah orangtuanya. Karena GPH atau kenakalan pada anak timbul akibat kurangnya perhatian ataupun terlalu berlebihannya orangtua melindungi anak. Solusi terbaik dalam menangani anak nakal ini, kata Yusuf, dengan cara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk bertindak sesuai dengan keinginannya, jangan malah dibatasi atau dimarahi.
Sedangkan dampak atau efek negatif yang dapat timbul karena
orangtua senang memaksakan kehendak mereka pada anak-anak :
1. Anak-anak
menjadi pemarah, emosional, pemberontak, dan pendendam
Mudah cemas dan memiliki kekhawatiran yang berlebihan
2. Sering
sakit (terutama sakit kepala)
3. Kurang
ekspresif, kurang bisa bergaul, dan malas berbicara
4. Nampak
tertekan, tidak bahagia, dan tidak bergairah
5. Dapat
mendorong anak untuk melakukan hal-hal menyimpang
6.
Setiap orangtua tentu menginginkan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak mereka. Orangtua pasti ingin anak-anak mereka semua sukses di dunia dan di akhirat. Mereka ingin anak-anak-anak mereka semua dapat hidup bahagia, punya karir mantap, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan, dan lain sebagainya.
Setiap orangtua tentu menginginkan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak mereka. Orangtua pasti ingin anak-anak mereka semua sukses di dunia dan di akhirat. Mereka ingin anak-anak-anak mereka semua dapat hidup bahagia, punya karir mantap, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan, dan lain sebagainya.
7. Sayangnya, tidak semua orangtua
memahami bahwa masing-masing anak memiliki kepribadian, karakter, bahkan juga
impian dan cita-cita. Sering kali kita sebagai orangtua memaksakan kehendak
kita kepada anak-anak tanpa menimbang kemampuan, kesiapan, dan perasaan
anak-anak dengan dalih karena kita ingin anak-anak kita mendapatkan yang
terbaik untuk kehidupan mereka.
8. Kita tidak boleh menjadi orangtua
yang hyper parenting, yaitu orangtua yang memaksakan kehendaknya
kepada anak-anak mereka untuk mewujudkan keinginan kita sebagai orangtua.
Bahkan meski itu untuk tujuan mengembangkan kemampuan dan mewujudkan kehidupan
yang baik bagi mereka.
9. Tidak bisa dipungkiri juga, bahwa
orangtua yang menerapkan pola asuh demikian (hyper parenting) biasanya
mengalami masa kecil yang hampir sama. Atau, biasanya juga terjadi pada
orangtua yang merasa tidak puas dengan karir atau segala hal yang mereka
peroleh, sehingga mereka melampiaskannya pada anak-anak mereka.
10. Sebenarnya, wajar saja jika orangtua berharap
anak-anak mereka dapat mewujudkan keinginan mereka. Tapi, kita pun perlu tahu
bahwa memaksakan kehendak bukanlah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan
masalah. Ada dampak yang bisa menjadi sangat fatal bagi anak-anak, yaitu dapat
menghambat pertumbuhannya, juga dapat menimbulkan kemarahan yang berlebihan
dikarenakan anak-anak merasa tidak memiliki kebebasan untuk memilih atau
melakukan keinginannya sendiri.
11. Padahal, pada dasarnya, setiap anak-anak
memiliki jiwa yang bebas dan ingin bebas. Anak-anak juga dapat berkembang
dengan baik karena mereka memiliki kebebasan untuk bereksplorasi, berpendapat,
juga merasa bahagia. Proses ini harus mereka lalui dalam kehidupan mereka, agar
mereka dapat memaksimalkan potensi mereka, juga mengasah kecerdasan mereka
dalam masa tumbuh kembang.
12. Bagaimana jika kita menggunakan alasan
“takut jika anak-anak terjerumus pada hal-hal maksiat yang mendatangkan murka
Allah”?
13. Bahkan meski demikian, kita tidak bisa
memaksakan kehendak kita secara brutal (baca : mutlak). Harus ada proses untuk
memberikan pengertian dan pemahaman, kemudian memberikan opsi-opsi dan jabaran
konsekuensi yang harus mereka terima. Sebijak mungkin, jangan sampai kita
menjadi orangtua yang hyper parenting. Karena sesuatu yang baik,
harus disampaikan dengan cara yang baik pula, agar hasilnya pun baik
Jawaban saya: Apa salahnya memaksakan kehendak?
Anda tahu, kenapa perusahaan-perusahaan raksasa seperti Coca-Cola,
Unilever, McDonald, bahkan perusahaan minyak Shell (yang sebenarnya tidak
terlalu perlu beriklan), bersedia menghabiskan jutaan sampai milyaran dollar
per tahun hanya untuk iklan? Jawabannya hanya satu: untuk memaksakan
kehendak!
Mengapa anda membeli Pepsodent, bukannya Siwak? Kenapa anda membeli
Yamaha, bukannya Bajaj? Kenapa anak anda memilih menjadi anggota geng motor,
bukannya remaja mesjid? Setiap tindakan, perbuatan, pola fikir kita, adalah
hasil input dari apa yang masuk ke otak kita.. Dan input yang paling merasuk
(dan paling berbahaya) ke otak bawah sadar kita adalah: input yang
berulang-ulang, atau input yang membangkitkan emosi.. Itulah kenapa
perusahaan mengiklankan produknya berkali-kali, selama bertahun-tahun. Itulah
kenapa mereka sering membuat iklan yang menyentuh hati, atau membuat kita
tertawa, bahkan menangis.. Mereka sedang menanamkan bom di dalam alam bawah
sadar kita, yang akan meledak dan membuahkan keuntungan bagi mereka, saat kita
secara tanpa sadar menjangkau produk mereka di rak-rak pasar swalayan.
Intinya: setiap hari kita sedang dicuci otak..
Dan anda tahu, siapa yang paling rentan dengan cuci otak dan
pemaksaan kehendak (secara halus) ini? Anak-anak dan remaja.. Generasi masa
depan kita inilah, yang sedang menjadi medan pertempuran besar dari berbagai
kepentingan di dunia.. Sebagian besar iklan rokok, mengarah kepada kaum
remaja.. Karena pada masa-masa itu lah, filter mereka terhadap informasi masih
luar biasa rentan.. Rokok dijadikan gaya hidup, lambang pergaulan, bahkan
lambang kejantanan.. Dan saat mereka sudah dewasa, mereka sudah begitu
kecanduan rokok, sehingga mereka akan menjadi pelanggan (dan budak) rokok
seumur hidup..
Mau menjajah sebuah negara? Anda tidak perlu repot-repot mengirim
pasukan clone nya Star Wars, atau kelompok Avengers.. Anda cukup mencuci otak
para penduduknya, maka mereka sendiri akan datang menyembah-nyembah kepada
anda, meminta anda mengambil sumber daya alam mereka, bersedia membeli produk-produk
anda dengan harga mahal, dan menyerahkan negara mereka dalam nampan emas.
Yuk, kembali ke kasus Irshad Manji..
Hampir semua media massa dan penerbit berada dicengkraman
pemiliknya, yang masing-masing punya kepentingan.. Akan menjadi pertempuran yang
tidak berimbang jika kita hanya mengandalkan dialog dan menerbitkan buku
bantahan untuk menyeimbangkan.. Liputan dan pemberitaan yang akan muncul sangat
bergantung kepada siapa pemilik media peliputnya, dan sungguh naif jika
mengharapkan berita yang berimbang..
Biarlah masyarakat yang menilainya? Sekali lagi, masyarakat bisa
dicuci otak, dikendalikan secara tanpa sadar.. Jika saya menguasai media-media
besar, saya akan sanggup membuat Angelina Sondakh terlihat sebagai orang suci,
dan pak Dahlan Iskan terlihat menjadi seorang oportunis yang rakus jabatan.
Jika sebagian masyarakat bisa dibuat percaya dengan cerita nenek gayung (yang
jelas-jelas tidak masuk akal), maka akan sangat mudah membuat pak Dahlan Iskan
terlihat seperti Amrozi di mata (sebagian) masyarakat, dgn menggunakan
tangan-tangan media..
Baca dulu bukunya? Justru itu sasaran mereka.. Apapun yang masuk ke
dalam otak kita, apalagi jika dikemas dengan sentuhan emosi dan masuk secara
berulang-ulang, akan meninggalkan bekas di dalam otak bawah sadar kita, dan
akan mempengaruhi pola fikir kita.. Itulah kenapa banyak orang bijak yang
berkata: hati-hati dengan apa yang kamu baca (dan kamu tonton).. Jika manusia
dewasa saja bisa terpengaruh oleh bacaan, apalagi para remaja, yg akan silau
dgn kata-kata indah dan penampilan fisik yg cantik dari sang penulis, tanpa
sanggup melihat jebakan batman di baliknya..
Bentengi iman? Ya, tentu saja.. Tapi apa kita sanggup menjamin
benteng iman anak-anak dan remaja kita? Kita sudah sangat disibukkan dengan
pekerjaan kita, sistem pendidikan kita masih sangat mementingkan ilmu dan
bukannya moral, sehingga luar biasa gila jika kita menganggap anak-anak dan
remaja kita sudah memiliki benteng yang kuat dari pengaruh lingkungan dan media
massa yang mengepung mereka sehari-hari.. Bisa kita bayangkan seperti apa wajah
Indonesia di masa depan, jika Lady Gaga dan Irshad Manji lah yang akan mereka
jadikan panutan, bukannya Buya Hamka atau Natsir..
Akhirnya, mari kita sadari.. Pemaksaan kehendak secara
kasar, seperti yang dilakukan FPI, itu hanyalah bentuk paling mentah
dari pemaksaan kehendak.. Dan itu, sebenarnya, tidak terlalu berbahaya..
Pemaksaan kehendak dgn cara kekerasan barulah sangat berbahaya jika dilakukan
oleh negara, seperti yg dilakukan Amerika terhadap Afghanistan dan Irak.. Pemaksaan
kehendak secara halus lah, yang dilakukan secara berulang-ulang selama
bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun, yang membuat (sebagian) bangsa
kita ini menjadi seperti ini: konsumtif, materialistis, menganut seks
bebas dan kebebasan yang kebablasan, malas berusaha, minder terhadap bangsa
barat, semakin jauh dari agama, dan, yang membuat saya miris, semakin sulit
membedakan yang benar dan yang salah, itulah yg jauh, jauh lebih berbahaya.
Comments
Post a Comment