Lirik Aku Duwe Pitik Oleh Ida Laila dan Ernie Rosita: Lagu Dolanan Anak Klasik Pencipta: Anonim Perusahaan Rekaman: Antara Group Aku duwe pitik cilik Wulune blirik Cucuk kuning jengger abang Tarung mesti menang Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik tukung Buntute buntung Saben dino mangan jagung Mesti wani tarung Sopo wani karo aku Musuh pitikku Aku duwe pitik trondol Wulune protol Mlakune megal megol Tarung mesti notol Sopo wani karo aku Musuh pitikku
Sajak-sajak Sastrawan Lama Kurun Waktu 1972-1980 [Part.6]- “Beri Aku Satu Yang Tetap Dalam Diriku” oleh Hamid Jabbar
Sumber Foto: Mozaik Inilah |
Sajak-sajak Sastrawan Lama Kurun Waktu
1972-1980 [Part.6]- “Beri Aku Satu Yang
Tetap Dalam Diriku” oleh Hamid Jabbar
Beri Aku Satu Yang Tetap Dalam Diriku
Sehabis mimpi yang tak jelas
bagaimananya itu, tiba-tiba
Entah kenapa, aku telah berada saja di
gurun berdebu ini
Sendiri
Dan debu membujukku untuk tetap betah
di gurun ini
Sementara angin jadi badai
Cahaya jadi api
Sunyi jadi
Hai?!
73.000 kemungkinan jatuh dari langit,
melayang dan menukik, entah kenapa, begitu tiba-tiba, menukik menikamku bagai
paku paku alit menukik ke dalam gurunku dan membesar
Makin membesar seperti pilar-pilar
menghujamkan begitu kokoh
Dalam bumiku, sementara aku telah
tertegun begitu saja dan
Badai dan api mengurungku dengan deru
serta panasnya dalam 73.000 kemungkinan yang rimba dalam diriku: kembara!
Baik
Beri aku Satu yang Tetap dalam diriku:
Iman
Iman
Buat betah seabad buat kiblat segala
niat:
Islam
Beri aku Satu yang Tetap dalam diriku
Allah
Debu
Jatuh ke dalam dan hinggap di hatimu
demikian lekat
Menghitam dan kemudian berkembang jadi
dendam pekat
: memburumu!
Sajak Tanpa Judul
Terimakasih wahai kekasih
Engkau masih tersenyum menyapa lirih
“Hamid...”
Tetapi
Begitulah, sehabis berbincang dengan
semut yang pendiam itu aku pun sempat terdiam sesaat, mengenang entah apa-apa
yang sempat terluput dalam hidup. Barangkali aku tak akan berada di sini,
seandainya harum madu tidak bertiup
Tetapi kita telah di sini, di suatu
tempat yang tak pernah terbayangkan, mengadu nasib atau sebagai domba diadu
sepanjang detik, meraung dan terluka, bersenandung dan mengurut dada, merenung
dan berdoa; kemudian sempat merasa bahwa hidup masih pantas untuk kita daripada
bunuh diri serta semacamnya. Lihatlah: seekor semut merangkak di kawat
berkarat, di bawahnya rawa-rawa, di atasnya matahari terluka
Sumber Foto: Pojok Seni |
________________________
Biografi singkat penyair
Abdul Habid bin Zaenal Abidin bin
Abdul Jabbar lahir 27 Juli 1949 di Kota Gadang, Bukittinggi (Sumatra Barat). Buku
buku puisinya berjudul: “Dua Warna” (antologi bersama Upita Agustina), “Paco-paco”,
dan “Wajah Kita”. Selain menulis puisi banyak menulis cerpen, esai, dan
artikel-artikel jurnalistik selaku wartawan koran terbitan Padang.
Comments
Post a Comment